Oke, ini adalah part terakhir dari cerita panjang
menuju kelahiran Juna, heheheh. If you’re boring, just leave now, I suggest! :p
karna cerita ini bakal lebih panjang dari sebelumnya...
spare more time kalo emang mau niat baca ;)
Senin,18 Nov 2013 pukul 22.15
Malam itu aku cukup bisa tidur nyenyak setelah pulang dari dokter Nuke dan bercengkrama dengan Juna. Kali ini aku lebih pasrah, tak lagi mengajaknya untuk segera "keluar", tapi akan menunggunya dengan sabar. terserah Juna aja :)
Selasa, 19 Nov 2013 pukul 16.10
sore ini aku jalan2 ditemani Papa. Keliling kampung,
lumayan jauhnya, sekitar 1.5 km. pulangnya malah beli gorengan banyak banget, dan habis! hahahaha, dasar pemamah!
Rabu, 20 Nov 2013
pukul 01.10
pukul 01.10
Malamnya, sekitar jam 1
dini hari aku merasa perutku mulas. Terpaksa bangun dari tidur, malas2 pergi ke toilet. Beberapa kali ke toilet dan ternyata tidak
buang air, aku malah dengan lugunya mengoleskan minyak kayu putih, pikirku pasti
masuk angin. Papa yang sedang nonton bola mungkin penasaran dengan aku yang
bolak-balik kamar mandi 10 menit sekali. Walopun laki-laki jelas Papa lebih
pengalaman, ternyata ini adalah mulas pertanda akan melahirkan. Mama pun
dibangunkan.
Ah, kenapa aku bodoh sekali tidak menyadari kontraksi se“indah”
ini? Hahaha
Pukul 03.00
Malam itu, susah sekali rasanya untuk tidur nyenyak. Mata
terpejam tapi pikiran menerawang. Aku putuskan sholat tahajjud dan hajad. Mama
Papa pun gak bisa tidur. Perlengkapan untuk dibawa ke bidan sudah siap dari 2
minggu lalu. Mama malah bersih2 rumah, nyapu lantai, ngelapin piring. Salting! Ah,
mama :))
Pukul 05.30
selepas mandi dan sholat, aku dan mama
jalan2 pagi untuk terakhir kalinya sebelum melahirkan. Tapi setiap 5 menit
sekali mulesnya datang. Jam 7 pagi kami ke bidan. Melakukan periksa dalam yang
aduhai itu. Masih pembukaan satu. Kata bidannya: masih lama, kemungkinan besok
baru lahir. Oh gosh, masih pembukaan satu tapi rasanya udah gelagepan tiap
mulesnya datang.
Oke, kami pulang.
Pukul 09.30
Pagi ini gak bisa makan apa2. Interval mulesnya nambah
jadi 4 menit sekali. Nafsu makan hilang. Papa menyiasati dengan mengupaskanku
mangga yang paling ranum dari pohon di halaman kami sendiri. Nikmat. Aku makan
mangga 1 buah besar. Alhamdulillah.
Pukul 14.00
Jam 2 siang mulesnya semakin hebat, bahkan berjalan
saja rasanya udah gak kuat lagi. Interval sakitnya mungkin sudah 2 menit
sekali. Entahlah, gak sempat lagi melihat jam.
Mama dan Papa sudah bingung gak karuan, padahal aku
sendiri gak mengeluh sama sekali. masih berusaha menahan sakit. Kata mama,
mukaku memerah tiap kali sakitnya datang.
Kami ke bidan lagi, periksa dalam, yang ajaibnya tidak
sakit sama sekali. mungkin karna sakitnya diperiksa dalam gak ada apa2nya
dibandingkan kontraksi.
Bukaan 5!!
Ya Allah, masih separuh jalan……
beri kekuatan.
Pukul 15.30
Aku disuruh untuk tetap di ranjang. Tiap kontraksinya
datang, aku mengucap lafal2 sambil mengerang kesakitan. Semua menyuruhku untuk gak
berteriak, menyimpan tenaga untuk mengejan nantinya.
Kontraksi sudah semenit sekali. mungkin kurang dari
itu. rasanya baru beberapa kali nafas, sakitnya datang lagi. Tulang belakang
serasa dicabut dari tempatnya, sakitnya sampai ubun2 kepala, kepala rasa berat,
telinga mendengung, perut seperti diperas tak henti2nya. Seperti perpaduan yang
ciamik antara sakit maag, kram perut saat haid di hari2 pertama, dan mulas
karna kebanyakan makan cabe mangga. Sungguh rasanya ingin mengejan saat itu
juga kalo asisten bidannya tidak dengan sabar mengatakan bahwa itu akan
menyakiti bayinya karna lubang masih belum terbuka sempurna untuk
mengeluarkannya. Ahh, tidak, tentu aku tak ingin menyakiti bayiku.
Pukul 16.00
Saat seperti ini aku melihat Mama dan Papa, betapa
berdosanya aku pada mereka selama ini.
Aku teringat suamiku, ah belum bisa meminta maaf dan
mencium tangannya. Semoga masih ada kesempatan.
Aku mencium tangan mama-papaku, meminta maaf dengan
segenap kekuatanku untuk berbicara. Tak lagi ingin menyakiti mereka. Berdosa
sekali rasanya saat itu. Mengingat segala dosa, kesalahan, kata2 yang tak
sepantasnya telah keluar, kekhawatiran yang sudah ditimbulkan, ah kenapa bisa
telat bertobat…
Suasana jadi haru. Saling memafkan, menangis, merapal
doa.
Sakit semakin menjadi. Sebelum sempat bernafas
panjang, sakitnya datang lagi. Ah, andai ada tangan Mz yang bisa kugenggam
disaat seperti ini...
Pukul 17.00
Aku dipindahkan ke ruang bersalin. Diberi makanan yang
enak, tapi rasanya susah sekali menelan. Aku hanya bisa minum susu kemasan.
Mamaku tak sanggup untuk menemaniku. Beliau takut
darah, pun tak tega. Akhirnya aku ditemani dua tanteku (adik mama) di kamar
bersalin bersama dua orang asisten bidan.
Bidan senior datang. Periksa dalam sekali lagi dan yap…
Sudah hampir sempurna! Sudah bisa memulai persalinan. Tapi beliau pamit untuk
shalat maghrib dulu. APAA?? Ahhh, aku sudah tak kuat lagi. Karna sudah
mendengar bahwa sudah siap dimulai persalinan, aku langsung menarik nafas
panjang dan langsung mengejan. Dibantu asisten bidan, aku mengejan setiap kali
kontraksi datang. Kadang kontraksi baru datang 5 menit setelah kontraksi
sebelumnya. Asisten bidan membantu untuk merangsang payudaraku supaya kontraksi
segera datang lagi sebelum aku semakin lelah.
Aku sempat salah mengejan. Hasilnya jadi kurang kuat. Mungkin itu juga karena tak ada makanan yang masuk
kecuali mangga dan susu. Energiku pun terkuras selama kontraksi sejak semalam tadi tak tidur. Sekarang, tiap kali mengejan, aku
mutah. Membasahi dada dan leherku. Makin lemas aku setelahnya.
Yang membuat aku semangat untuk mengejan lagi adalah
kala tante mengatakan rambutnya sangat lebat. Kepalanya sudah keliatan berarti!
Aku cukup mengejan sekali lagi, katanya. Tapi beberapa kali kucoba mengejan,
kepala itu tak kunjung keluar, malah semakin masuk kedalam.
Setelah mengejan beberapa kali dan saat dengan sigap
bidan senior menggunting perineumku (istilah medis: episiotomy), Juna pun meluncur
dengan sukses. Alhamdulillaaaaahh…
kira2, seperti inilah episiotomy ituuu.. |
Pukul 18.31
Bayiku ditangkap oleh bidan dengan sigap. Juna menangis
dengan kencangnya, mengundang semuanya untuk bertakbir dan berlafadz menyebut
nama Allah..Alhamdulillah, MasyAllah, Allahuakbar..
Di luar kamar bersalin, semua keluarga dan kerabat
yang menunggu, tak kalah seru mengucapkan puji syukur.
Ah lega rasanya..
Dua asisten bidan dengan telaten membersihkan badan
dan seluruh darah yang bercecer. Sementara bidan senior membersihkan Juna dengan kain.
Kakak lelakiku, Adi, masuk ke dalam ruang bersalin, mengadzani
Juna dan berdoa dengan khusyuk.
Kini Juna diletakkan di atas perutku. Tengkurap berjuang
mencari sumber kehidupannya, ASI. Melihatnya berjuang naik menuju putting susuku, air mataku mengalir haru. Akhirnya kami bertemu. Akhirnya kami berhasil melewatinya. Hampir sepuluh bulan kehamilan, penantian di hari2 terakhir kehamilan yang terasa sangat lama, perjuangan merasakan sakitnya kontraksi dan perjuangannya untuk keluar dari lubang yang sangat sempit..
aku menciumi tangannya, rambutnya, kening, semuanya..
badannya merah, mata dan
pipinya bengkak, bulumatanya lentik, cantik!
Hampir sejam lamanya dia berjuang menuju dadaku, tapi
mungkin dia terlalu lelah berjuang untuk keluar tadi, sesampainya di atas, dia malah
tertidur..hahahah lucunyaa..
Saat asisten bidan akan mengambilnya, aku masih belum
rela melepasnya. Aku meminta tambahan waktu 5 menit lagi untuk menciuminya sebelum
dia dipindahkan.
Ah ya, selama proses IMD itu, bidan menjahit
perineumku. Sudah dibius local, tapi masih terasa sakit. Dibandingkan kontraksi
tadi, sungguh sakit ini bukan apa2 untuk dikeluhkan. Apalagi sudah ada Juna di
atas badanku, penawar paling ampuh untuk segala sakit
Kamis, 21 Nov 2013 Pukul 06.30
Keesokan paginya, Juna dimandikan oleh bidan. Dijarin step
by stepnya, cara menggantikan kasa untuk pusarnya, seberapa hangat airnya, dll.
Juna kami bawa pulang pukul 07.30
Walopun masih sangat sulit untuk berjalan karna
jahitan yang nyeri, tapi aku keukeuh menggendong dan memangku sendiri Arjunaku.
Rasanya gak ingin lepas walopun sebentar,
Pukul 09.00 pagi, Mz datang dengan penerbangan paling pagi dari sana. Ijin 2
hari, hihihi.
Tatapannya beda dibanding tatapannya terakhir kali sebelum dia berangkat ke Jakarta. Lebih hangat.
ah, lihatlah dia menggendong bayi kami.. keturunannya, darah dagingnya, kebanggaannya :)
Walopun lahiran Juna gak ditemenin Mz, tapi
melahirkannya secara normal dan sehat sudah jauh dari cukup untuk bersyukur
pada Allah. Lengkap sudah kebahagiaan ini.
Assalamualaikum, Arjuna Canggih Baswara..
semoga kami bisa menjadi orangtua yang baik bagimu, :)