Aku bingung harus mulai darimana.Cerita ini bermula saat air mataku tak bisa berhenti menitik.Merembes keluar lewat celah2 kelopak mata yang sudah kututup rapat.
"Stop Pak!! Maaf,saya gak jadi naek. Dompet saya ketinggalan, saya gak jadi naek. Maaf", aku berusaha menjelaskan sebisaku di tengah kebingunganku sendiri. Dompetku ketinggalan di kos. Busuk!!
Gak pernah sepanik ini sebelumnya.
Aku membenamkan 2 tangan ke dalam tas besarku, mengorek2 isi tas, mengaduk hingga hampir tumpah isinya-yang sebenarnya tidak terlalu penting dibanding barang yang kucari; tisu, compact powder, sisir, mp3 player..
"Haduuu. . .", aku menggerutu sebal.
Aku semakin kelimpungan. Kulihat jam. Cemasku makin meningkat. Kuteplok jidatku, mengutuk diri dengan sadar mengapa barang sepenting itu bisa terlupa.
Untung hape gak ketinggalan juga.
CLING!! HAPE!!
Ya, aku telpon teman kosku dengan bernafsu. Ku ceritakan masalahku dengan ringkas. Dengan singkat juga dia jawab, "Oke,sip, ntar pake duitku dulu aja. Aku di Gramed."
Serasa baru bisa bernafas, aku menarik nafas disekelilingku dengan rakusnya dan menghembuskan kepanikan yang sempat merasukiku beberapa menit tadi.
Aku bersandar di tiang. Berusaha merangkai kata-kata yang bisa membenamkan perasaanku sendiri saat berhadapan dengannya.
Aku naek angkot lagi, dengan dua lembar uang seribuan yang ada di saku celanaku (sudah kupersiapkan sejak di kos untuk angkot).
Lima menit kemudian aku sampai. Berjalan tergesa-gesa karena memang telat 15 menit dari waktu yang telah kami sepakati.
Akhirnya aku sampai di teras mall, berdiri di sana, mengetik sms kilat.
Aku :" Aku sudah sampai, Mas dimana?"
Dia : "Aku lihat kamu. Tunggu di situ."
Deg! . Dia melihatku. Aku segera merapikan diri sepatutnya. Mencoba mengusir gelisah dan cemas yang tiba-tiba menyergap.
Aku merasa jauh lebih tolol dari biasanya, tak bisa ku dapatkan kata-kata yang pas yang bisa menutupi salah tingkahku.
Tiba-tiba jantungku berdetak lebih cepat. Lebih cepat.
Ku cengkram kaosku di dada, berharap bisa menghentikan detaknya yang semakin meloncat.
Menoleh ke kiri, langsung kudapati dia berjalan ke arahku.
Jantungku melemah seketika. Tak meloncat lagi.
Yang kurasa hanya.. hatiku terlalu gembira menghitung langkah-langkah besarnya ke arahku. Dia tersenyum.
0 comments:
Post a Comment