Sunday 13 May 2012

Kehilangan Senyum




Ujian AKL hancurr. Gak ada satupun yang bisa selesai dengan sempurna, semuanya salah..
Tema PKL  gak bisa diubah, dapet perpajakan yang sama sekali gak kebayang gimana bentuk n cara ngerjainnya. Buta! Aku bener2 buta. Dan dengan segala cara ternyata tetep aja gak bisa diubah. Mz pun gak bisa bantu walopun udah usaha.
Mata juga berat karna semalam gak tidur begadang AKL dan efek kopi masih bikin mata melek walopun perih.
Nanti siang, tepatnya 2 jam lagi aku harus ngajar sampe 6 jam kemudian.
Jangan tanya materi ujian besok. Belum kesentuh sama sekali, padahal besok juga ujian pagi. Ini uas terburuk sepanjang kuliahku.
Perut mulai kemarin malem nyeri gara2 haid yang entah kenapa datang lagi, mungkin karna lelah siklusku tak teratur.
Aku pengen tak sadarkan diri, tiba2 hari ini terlewati dan besok senyumku kembali. Tapi kini aku hanya duduk terpojok. Menangis sambil menulis sepertinya lebih bijak daripada menangis pada orang dan menceritakan akar masalahmu yang membuat kau semakin ingat akan kesedihan itu dan airmatamu tak bisa berhenti kecuali 2jam kemudian.
Aku memilih untuk tak bercerita saja, karna semuanya akan menghibur dengan kata2 (sok) bijak yang aku sudah hafal diluar kepala. U know that no wise words gonna stop the bleeding.
Apa boleh buat, aku bersama airmata. Rasanya lebih intim seperti ini. Bisa sesenggukan tanpa ada yang mencela. Merasakan asinnya airmata yang menerobos sudut bibirku. Biar, biar kunikmati semua sendiri. Tak ada yang mau menjilat airmatamu pun luka pedihmu. Keluarkan yang berkecamuk dalam dada, nikmati prosesnya. Besok aku yakin aku akan tertawa, aku yakin besok senyumku akan ringan seperti biasa. Jadi nikmati prosesnya, meskipun airmatamu bergulir demikian derasnya, tapi kepercayaanmu tak boleh luruh begitu saja. Kau sangat percaya pada Allah yang teramat baik memberimu kejutan2 manis dan keberuntungan tak terhitung jumlahnya. Kau percaya bahwa Allah menjagamu kapan pun dan kau tak pernah kehilangan kepercayaan itu. Pun sekarang seharusnya begitu.
Semua sudah direncanakan. Untukku yang memang bukan perencana dan memang tidak suka merencanakan, aku lebih memilih pasrah pada Allah. Aku yakin rencana-Nya jauh lebih matang dan terorganisir tapi penuh kejutan. Semoga aku bisa merabanya mulai sekarang. Meraba rencana yang Kau susun indah itu untukku.
Aku mencintaimu Allah, aku percaya, aku percaya. utuh. dan aku yakin Kau akan membuatku tersenyum lagi.

Tuesday 8 May 2012

Untung Jawa Island and Our Story -part 2-


Sekitar 20menit perjalanan, akhirnya kita sampai di dermaga. Kami sengaja melepas sandal dari awal naek perahu dan tidak berniat memakainya setiba di dermaga. Kaki telanjang kami menapak pasir UJ. “Hahahah, kita disini!,” aku tertawa memandanganya, tak percaya bahwa kami akhirnya mendarat di pulau yang bahkan baru pertama kali kami dengar. Dia tersenyum lebar memandangku. Genggaman tangannya semakin erat. Berdiri menikmati senja yang memerah indah.
Sayang,senjanya gak seindah tangkapan kamera digital.
Well at least u could imagine how beautifull the sunset with ur lovely beside u J

Hal pertama yg kami cari jelas musholla dan….toilet!
Hari udah semakin gelap dan sudah saatnya untuk berbuka. But then, there’s a lil problem we had. Saat ngambi uang dari dompet untuk bayar tolilet, kami baru nyadar kalo kami ternyata cuma bawa sedikit cash dan celakanya disini sama sekali gak ada ATM. Well, kartu ATM yang biasa jadi andalan jadi useless. Berasa kayak di antah berantah lah ini.
Kami memutuskan untuk berjalan menyusuri perkampungan pesisir ini. Ternyata disini perkampungannya cukup padat. Rumah berjajar rapi dan asri. Pepohonan merindangi atap rumah penduduk dan di sore itu kami menemui banyak dari mereka yang menyapu halaman. Rajin yaa! :D Penduduknya juga ramah. Ketika kami lewat dan menyapa, mereka dengan santun menawarkan kami mampir dan membalas senyum. Perkampungan kecil yang padat ini cukup menyenangkan karena lingkungannya terbilang bersih. Disana-sini banyak palang slogan tentang kebersihan dan tempat sampah yang memang diletakkan teratur.
Kami sampai di warung sederhana di depan rumah salah seorang penduduk. Dalam keremangan cahaya lilin kami memesan makan seadanya: telur asin, sayur kangkung, dan teh manis. Masakannya cukup enak. Ditambah ibu penjualnya sangat ramah dan menawarkan lagi sayurnya jika kami merasa kurang. Karena puasa makanan itu lahap kusikat. Alhamdulillah,nikmatnya.. J. Dari percakapan dengan pemilik warung akhirnya kami tahu ternyata listrik dari PLN memang padam sejak 2 minggu yang lalu karena kabel listrik yang ditanam di dasar laut mengalami kerusakan dan kabarnya bakal tetap padam sampai minimal sebulan lamanya. Pantas saja hanya ada beberapa rumah warga yang memakai genset yang menyalakan lampu rumah. Mungkin kami kurang beruntung.
Setelah makan kami menyusuri pantai dan duduk di dermaga. Well, kami duduk disana, menantang kencangnya angin pantai yang menyapu dermaga. Menikmati angin merah yang lama2 memudar dan menyatu dengan langit malam. Kami duduk bersila, bercerita, dan bernyanyi. Kami pun bertakbir atas nama Allah. Di malam Iedul Adha kali ini kami melewatinya dengan cara yang tak biasa. Sesaat terbersit rindu pada rumah dan keluarga.
Malam semakin beranjak, dan kami pun akhirnya memutuskan untuk tidur di pondok terbuka di pinggir pantai. Ini kesepakatan kami, karena uang untuk menyewa kamar hanya cukup untuk 1 kamar saja. Dan tentu saja usulnya untuk menyewakanku kamar sementar a dia tidur di masjid ku tolak mentah2. Kami pun beranjak dari dermaga dan mencari pondok yang cukup terang dan dekat dari rumah penduduk. Secara kami cuma berdua, dan orang pasti berfikiran yang tidak2 jika kami tidur di pondok yang gelap -..-
Disanalah kami memutuskan untuk bermalam. Ternyata tidur disana tak semudah yang kami kira. Terpaan angin semakin malam semakin kencang dan itu membuat kami kedinginan dan mata sulit terpejam. Tak ada persiapan. Hanya jaket yang kami kenakan yang melndungi tubuh. Tak ada sleeping bag, selimut atau tenda. Sejenak kami sempat bertekad untuk membeli tenda sesampai di Jakarta nanti. Untuk sekarang tak ada jalan lain, kami harus bisa menyesuaikan diri dan tidur karena sehari ini cukup melelahkan. Tidur malam ini atau tepar esok hari. Hampir 2 jam kami hanya terpejam. Tak bisa tidur. Desperate dalam lelah dan ngantuk kami pun berupaya mencari cara. Seperti kata pepatah yang mengatakan: dalam keadaan terdesak akal pun bekerja, saat itulah kami baru menyadari ada dipan bambu yang cukup lebar yang akhirnya kami sandarkan di depan pondok kami untuk menghalau angin. Syukurlah cara ini ternyata cukup ampuh. Kami pun tertidur pulas sampai esok pagi.
These what backpacker do. So do we! ;D

Bangun dari tidur, kami merasa benar2 fresh. Setelah sarapan dengan air mineral dan snack yang dibeli kemarin malam, kami pun berjalan mencari toilet terdekat. Setelah itu kami menelusuri sepanjang pantai lagi dan sampai di reservasi  pohon bakau.
menikmati angin pantai pagi hari, segarrrr... :D
Tak puas dengan pantai, kami mencoba menjelajah ke dalam perkampungan hingga hutan bakau dan danau kecil yang kami temui di belakang. Di hutan kecil di belakang perkampungan nyamuknya bener2 ganasss! Sekalipun udah lari sampe jumpalitan nyamuk2 itu tetep keukeuh nemplok di kaki dan tangan. Sampe2 aku pun turun tangan mbantu nempokin nyamuk2 itu saking banyaknya. Untung akunya pake baju panjang jadi aman, hueheheh..
sebenarnya ini spot yg bagus buat foto -,-

Puas dengan jalan2 kami pun berhenti sejenak di pondok pinggir pantai untuk menikmati sarapan nasi uduk yang kami dapat dari penjual keliling. Menikmati sarapan di pinggir pantai itu hal yang benar2 tidak biasa dan itu mungkin yang membuat kami benar2 exciting melakukan apapun disini.
just a pict! :)
Sehabis sarapan dan bercanda dengan air laut, kami pun tertidur ditimpa angin sepoi2.. memang suasana yang sangat nyaman, kantuk pun tak dapat ditahan. Sejam tidur pun cukup membuat kami segar kembali. Beranjak dari pondo, kami memilih menyusuri timur pantai yang belum kami jamah. Ternyata dan ternyata disana ada pantai yang sepi dan jauh lebih bersih dari pesisir dekat dermaga yang kami telusuri dari kemarin. Beruntung kami masih sempat kesini dan berenang atau lebih tepatnya mengambang selama berjam2. Persis di pinggir pantai ada warung yang menjual es kelapa muda dan sekaligus menyewakan ban pelampung dengan harga yang sangat murah untuk daerah wisata. Untuk ban kecil dihargai 5ribu saja sedangkan ban besar 7ribu rupiah sepuuuasnya. Murah kan?
Well,Inilah best part dari petualangan pertama kami di Untung Jawa. Sampai kami lupa untuk mengabadikannya, hehehe. Well, I guess I cant tell u anything but we were floating in the sea with hands holding each other ^^
Selepas itu kami pun memutuskan untuk  pulang dan kembali ke Jakarta J
makan otak-otak enak dan murah! 

Untung Jawa Island and Our Story :) -part 1-


“Ayo ke pantai!” ucapnya tiba-tiba siang itu..  Di atas motor berboncengan dengannya, aku sempat kaget juga dengan idenya yang tak seperti biasanya, kali ini begitu spontan.“Ayooo!!,” jawabku kontan menerima ajakannya. “Pantai apa?”“Hmmm… apa ya?? Tanjung Pasir aja gimana,, dulu pernah liat dipeta, kayaknya sih  itu nama pantai..”Tanjung Pasir? Hmm, meskipun aku sempat berfikir kalo itu mungkin saja nama toko bangunan yang jual pasir grosiran (emang pasir ngecer?), tapi aku langsung mengiyakan ajakannya. Yang penting jalan, pikirku pendek. Lagipula apa salahnya menjelajah pantai yang baru. Ancol benar2 tidak menarik hatiku, walopun aku sudah ngidam mencium bau asin laut sejak dua bulan yang lalu.“Cepat ya siap2nya, gak usah bawa barang banyak. Mz tunggu di warung, mau makan dulu,” sambil tersenyum dia memandangku isyarat menyuruh aku segera masuk ke kosan.Setelah Shalat Dhuhur, aku bergegas menuju lemari, menyabet 1 lembar baju dan jilbab, kamera digital kami, sabun muka, handuk, dan juga perlengkapan pribadi. Eitz, gak pernah lupa untuk selalu safety ridingàjaket jeans, kaos kaki, sepatu sandal, slayer penutup hidung, dan helm standar. Yap, Ready to go!! JSetengah dua pas, kami berangkat. Dengan semangat, kami terang2an menantang panasnya Jakarta. Hari ini panasnya memang naudzubillah… apalagi Jakarta di hari Sabtu adalah Jakarta semua warga yang keluar dari rumah untuk juga siap bertamasya. Jalanan selebar apa tetap saja penuh sesak. Macet parah. Perjalanan jadi gak bisa lancar. Speedometer gak jauh2 bergoyang dari angka 45. Tak ayal peluh pun bercucuran. Mandi keringat dan ekstra kesabaran.Belum sepertiga perjalanan, aku sudah kehausan. Tapi dahagaku hanya mampu disejukkan dengan doa, semoga Tuhan menambah pahala puasaku (aamiin)# Telan ludah.Ternyata perjalanan tak sedekat yang kami bayangkan. Estimasi perjalanan sejam setengah ternyata malah memakan waktu dua kali lipat, TIGA jam sodara2! -___- tapi  mungkin bila jalanan tidak macet, kami bisa tiba lebih awal #hell.yeah
ini waktu rehat pertama. Di dekat Cengkareng, Bandara Soehat

Sejam kemudian,setengah 5, akhirnya sampailah kami di Tanjung Pasir.. Alhamdulillah yaahhh.. :Dperjuangan banget nyampe sini naek motor.. lewat Kalideres yang bau dan warnanya hyekz bangett (sampe mau muntah) dan berpeluh2 karna panas dan macet, sampe kucel dan lusuh.. -,- perjuangan cinta lahh #halah :DSetelah membayar fee masuk n parkir (gak ada karcisnya tapi -,-) aku langsung nyeret2 si Mz ke pantai.Bau asin pantai yang udah keendus dari 20menit yg lalu bikin aku gak sabar untuk segara melihat laut…………………..………………………..……………………………??????Ini pantainya??? Pasir coklat abu2 tua yang banyak sampahnya ini?? Aer laut seingetku sih biru, kenapa ini coklat?? Ahhh, seriuuuuss… aku kan mau maen aerrrr… !!! desperate banget liat kenyataan pantenya busuk kaya gini. Speechless lah. Udah kotor, banyak kapal, air lautnya coklat, ehh ada abang2 nyamperin kita. Gak terima satu, tiga!! Weittz, mau ngapain ne??“Mau nyebrang Bang?,” tanyanya ke Mz ku. Ternyata nawarin jasa penyebrangan -,-“Ooh, enggak, kita cuma mau kesini kok, gak mau nyebrang,” jawab Mz ku ramah seperti biasanya (kalo aku pasti udah aku cuekin)“Lah, ngapain kesini kalo gak mau nyebrang ke Untung Jawa (UJ)?? Disini mah gak ada apa2, kotor.. di UJ pasirnya putih. Kalo mau maen2 mah disana aja. Ada Banana Boat, snorkeling, penginepan, banyak dahh…,” cerocosnya dengan logat kental Betawi.“Ooohh, gitu ya.. tapi kita gak ada rencana nyebrang Mas..,” tolak Mz ku sopan.“Ahh, nyebrang doang 20 menit ngapain direncanain? Ntar jam 7 balik lagi kesini kan bisa. Daripada disini, ngapain coba? Tuh liat motor n mobil pada diparkir disini. Orang2nya mah udah pada nyebrang. Disini emang cuma tempat  transit doang,” timpal temennya.Kami berpandangan. Kaget juga denger omongan abang2 ini. Tapi bener juga kata abang 
suasana Pantai Tanjung Pasir
itu. Disini gak ada apa2.Setelah tanya2 tentang UJ, browsing di internet, dan dengan beberapa pertimbangan, seperti: gak worthed bgt kalo 3 jam dibayar dengan 15menit cuma buat liat,well,as u see on the pict, laut-kotor-berpasir-coklat-yang-penuh-perahu-beramis-ikan ini,
berangkat ke Untung Jawa dengan perahu boat
Well lagipula biaya nyebrangnya cukup murah: cuma 12500/kepala, akhirnya kami pun memutuskan untuk menerima ajakan abang itu. Nyebrang ke UJ. Mencoba peruntungan, siapa tau di sana bisa mengobati kekecewaan kami.
Kami memutuskan untuk menerima apapun yg bakal terjadi disana. Yang jelas perjalanan ini harus menyenangkan. And here we go, let’s start the adventure! :D

Di atas kapal ada kurang lebih 10 orang. Semuanya tampak memang berencana pergi kesana dan mungkin ini bukan yang pertama kalinya bagi mereka. Terlihat dari persiapan yang mereka bawa dan ekspresi wajah yang biasa2 saja. Padahal daritadi aku mulai cengar-cengir gak jelas. Menikmati laut. Menikmati ombak yang mengayun-ayunkan kami di atas perahu kecil, menikmati burung2 yang terbang rendah, berarak pulang menuju sarang hangatnya. Menikmati hembusan angin yang menerpa wajah, menikmati langit yang mulai memerah senja.Semuanya cukup membuatku tersenyum sepanjang perjalanan. Sepertinya ini adalah permulaan yang baik untuk memutuskan ke Untung Jawa. UJ, please be nice with us J

Wednesday 25 April 2012

Cerita Lama (2)



Dia berdiri di hadapanku. Masih seperti dulu. Tangannya terjuntai disamping tubuhnya yang tegap. Masih seperti dulu. Dia mampu membuat jantungku melompat tak terkendali dan terjun sesaat dengan kecepatan tinggi, mendarat, melemah dan akhirnya tenang terjinakkan.
Kupandangi lelaki yang sudah setahun lebih tak kutemui ini. Lelaki yang dulu kucintai sebagai cinta pertama masa remajaku. Delapan bulan menjalin kasih tersembunyi dari keluarga dan juga kakak yang sudah menganggapk=nya sebagai saudara.
Masih sama..senyumnya, hidungnya, matanya… matanya, aku berhenti di situ. Senyumku mengembang tanpa kusadari.
“Yuk, masuk!,” sambil mulai melangkah dia mengajakku masuk mall itu.
Ya, masih seperti dulu. Kami berjalan tanpa bergandengan., layaknya teman. Pun ketika kami dulu masih berpacaran, dia tak pernah menggamit tanganku di depan umum. Dia baru akan memegang tanganku ketika akan menyebrang jalan atau ketika sedang ngobrol santai di rumah. Yang jelas bukan di tempat umum. Katanya itu norak!. Aku sendiri tak mengerti alasannya mengatakan hal itu.

Di dalam, aku bisa lebih sedikit rileks. Mall ini sudah sangat jamak dengan keseharianku, maklum paling dekat kampus. Mungkin dia yang lebih excited dengan mall ini karena baru pertama kesini. Sembari menjilat eskrim di tangan, kami ngobrol kesana-kemari.
Hal2 biasa awalnya, tentang kuliahku dan bagaimana tahun pertamaku ngekost di ibukota. Aku berceloteh tentang perbedaan hidup semasa di kampung halaman dengan disini. Juga tentang bagaimana teman2 baruku, bagaimana kuliah disini yang berbeda dengan universitas lain, bagaimana seragam kami, bagaimana aku jadi sering begadang karna mengerjakan tugas, bagaimana kehidupan kosan memang lebih bebas ketimbang di rumah, dan bagaimana2 yang lainnya. Dia hanya tertawa menanggapiku. Dia memang jarang bercerita. Dia selalu bertanya dan berhasil memancingku untuk selalu yang berbicara. Dan memang aku selalu bersemangat untuk urusan itu, haha. Imajinasiku selalu terbang seperti ketika aku mengalaminya. Bola mataku bisa membulat, berseri, menajam, mengawang mengikuti alur cerita. Selalu betah bercerita dengannya karna yang ku tau pasti, matanya tak akan lepas dari mataku sepanjang mulutku bersuara. Tiba2, di tengah cerita dia berkata, “Mas kangen kamu. “

Diam. Saat itu aku langsung diam. Suaranya seperti gema dalam otakku, berulang2. Dan aku tetap diam, entah mencerna entah merekam atau keduanya. Mata kami bertatapan. Semakin membuat aku tak bisa menyembunyikan kegembiraan dan salah tingkah.
Dia tersenyum, menggamit tanganku dan kami melangkah.
Dan rasa ini membuncah semakin kentara. Bagaimanapun memang cinta pertama tak akan bisa hilang begitu saja. Perpisahan yang menyakitkan waktu itu bukan karna kehendak kami, tapi memang keadaan keluarga yang kami tau tak akan merestui. Dan alasan itu jelas tak mampu membunuh perasaan yang dulu telah mekar sempurna.
Tidak, jangan dikira kami akan selingkuh atau mengkhianati hubungan kami dengan pasangan yang sekarang, sekali lagi tidak!. Kami tidak berniat untuk menjalin hubungan bersama. Jalannya terlalu terjal. Kami bertemu di sini karna inisiatifnya. Mumpung di Jakarta katanya.
Di tepi jalan, kami bersalaman, berpamitan. Aku sudah menstop­ angkot bersiap untuk naik pulang ketika tiba2 dia menarik tanganku,
“Kenapa??, “ tanyaku heran.
Tak langsung menjawab dia langsung melongok ke arah jendela penumpang di samping supir,
“Maaf, Pak, gak jadi naik,”
Aku semakin bertanya-tanya, “Kenapa Mas??”
Dia tersenyum, “Kita jalan aja ya!”
“Iya!”, jawabku riang.

Dan kami pun melangkah di sepanjang trotoar. Aku katakan padanya kalau kosanku lumayan jauh kalo ditempuh dengan 2 kaki seperti ini. Dia hanya mengangguk.
Entah bagaimana, topik pun beralih menjadi topik seputar hubungan cinta masing2. Kami bercerita apa adanya. Aku mengatakan kalo aku mencintai pasanganku yang sekarang, karena kesabaran, perhatian, dan romantis. Sepertinya dia ikut senang. Tapi dengan nasihat yang cukup panjang dia mewanti2 untuk selalu jaga diri dan gak gampangan. Aku menjanjikannya hal itu.
Tak banyak cerita dari mulutnya, hingga kami terdiam kehabisan kata. Sepertinya tak ada yang menarik untuk dibicarakan, atau lebih tepatnya cerita tentang pasangan ternyata jauh lebih menjemukan dari yang kami kira.
Lebih menyenangkan untuk bernostalgia mengenang bagaimana kami bertemu dan bagaimana dulu kami pacaran tanpa ketahuan keluargaku yang sudah menganggapnya anak sendiri. Menceritakan beratnya memacari adik sahabatnya sendiri kakakku yang sudah dianggapnya saudara karena kedekatan yang lebih dibanding teman yang lainnya.
Kami terdiam lagi. Tidak, kali ini bukan kehabisan cerita. Tapi kami sama2 menerawang kembali ke masa lalu, menyisakan guratan senyum yang manis. Dan tanpa peringatan apa2, dia berkata,
“Tahun ini Mas akan menikah.”
Deg. Telingaku menangkap jelas suaranya. Dan kali ini pun kata2nya menggema tanpa kuminta, membuatku bisu. Aku menatap bola matanya. Kami berhenti berjalan.
“Tahun ini Mas akan nikah”, ulangnya lagi.

Aku tak meminta dia mengulang kata2 itu. Jelas aku mendengarnya. Dia kira aku tuli apa?? Bodoh!! Bodoh sekali dia! Mataku memanas dan mengembun dengan cepat. Mengaburkan pandanganku dan kelopak mataku tak sanggup menahan. Tes. Embun mata luruh jatuh.
Dia menyeka. Aku tersentak. Untuk apa??
Untuk apa kau menyeka?? Untuk apa aku menangis?? Tak ada kesedihan, tak ada harapan yang bertentangan, tak ada yang bertolak belakang. Hanya……kenapa secepat ini???
Inikah tujuan pertemuan itu? Untuk memberitahuku kabar itu??
Dia memegang tanganku. Kami melangkah lagi.

Sepanjang jalan sampai di depan kosanku kami diam. Tak ada yang perlu ditanyakan atau 
diperbincangkan lagi memang. Hanya tangannya yang lebih erat menggenggam tanganku. Dia lebih sering menatapku sementara aku terus berjalan menatap ke depan.
Kedepan, beberapa bulan kedepan lagi dia akan menikah. Cinta pertama yang terputus dengan berat dan masih tersimpan ini harus segera diremukkan kalo tak ingin lebih sakit.
Remuk. Kau sekarang tak membuat jantungku meloncat lagi karna kali ini sudah remuk dan memang seharusnya telah remuk sedari dulu.
Di depan kosan kami berpamitan. Mengucap doa untuk kebaikan kami masing2; semoga kuliahku dan pernikahannya………lancar. Titik.

Never mind, I'll find someone like (better) you
I wish nothing but the best for you too
Don't forget me, I beg
I remember you said,
"Sometimes it lasts in love but sometimes it hurts instead,
Sometimes it lasts in love but sometimes it hurts instead, "
Yeah
(Adele-Someone Like You)


Tuesday 24 April 2012

Cerita Lama

Aku bingung harus mulai darimana.Cerita ini bermula saat air mataku tak bisa berhenti menitik.Merembes keluar lewat celah2 kelopak mata yang sudah kututup rapat.


"Stop Pak!! Maaf,saya gak jadi naek. Dompet saya ketinggalan, saya gak jadi naek. Maaf", aku berusaha menjelaskan sebisaku di tengah kebingunganku sendiri. Dompetku ketinggalan di kos. Busuk!!
Gak pernah sepanik ini sebelumnya. 
Aku membenamkan 2 tangan ke dalam tas besarku, mengorek2 isi tas, mengaduk hingga hampir tumpah isinya-yang sebenarnya tidak terlalu penting dibanding barang yang kucari; tisu, compact powder, sisir, mp3 player..
"Haduuu. . .", aku menggerutu sebal.
Aku semakin kelimpungan. Kulihat jam. Cemasku makin meningkat. Kuteplok jidatku, mengutuk diri dengan sadar mengapa barang sepenting itu bisa terlupa.
Untung hape gak ketinggalan juga.
CLING!! HAPE!! 
Ya, aku telpon teman kosku dengan bernafsu. Ku ceritakan masalahku dengan ringkas. Dengan singkat juga dia jawab, "Oke,sip, ntar pake duitku dulu aja. Aku di Gramed."


Serasa baru bisa bernafas, aku menarik nafas disekelilingku dengan rakusnya dan menghembuskan kepanikan yang sempat merasukiku beberapa menit tadi.


Aku bersandar di tiang. Berusaha merangkai kata-kata yang bisa membenamkan perasaanku sendiri saat berhadapan dengannya.


Aku naek angkot lagi, dengan dua lembar uang seribuan yang ada di saku celanaku (sudah kupersiapkan sejak di kos untuk angkot).
Lima menit kemudian aku sampai. Berjalan tergesa-gesa karena memang telat 15 menit dari waktu yang telah kami sepakati.
Akhirnya aku sampai di teras mall, berdiri di sana, mengetik sms kilat.
Aku :" Aku sudah sampai, Mas dimana?"
Dia : "Aku lihat kamu. Tunggu di situ."
Deg! . Dia melihatku. Aku segera merapikan diri sepatutnya. Mencoba mengusir gelisah dan cemas yang tiba-tiba menyergap.
Aku merasa jauh lebih tolol dari biasanya, tak bisa ku dapatkan kata-kata yang pas yang bisa menutupi salah tingkahku.
Tiba-tiba jantungku berdetak lebih cepat. Lebih cepat.
Ku cengkram kaosku di dada, berharap bisa menghentikan detaknya yang semakin meloncat.
Menoleh ke kiri, langsung kudapati dia berjalan ke arahku. 
Jantungku melemah seketika. Tak meloncat lagi. 
Yang kurasa hanya.. hatiku terlalu gembira menghitung langkah-langkah besarnya ke arahku. Dia tersenyum.
 

my life in words Template by Ipietoon Cute Blog Design and Waterpark Gambang