Wednesday 25 April 2012

Cerita Lama (2)



Dia berdiri di hadapanku. Masih seperti dulu. Tangannya terjuntai disamping tubuhnya yang tegap. Masih seperti dulu. Dia mampu membuat jantungku melompat tak terkendali dan terjun sesaat dengan kecepatan tinggi, mendarat, melemah dan akhirnya tenang terjinakkan.
Kupandangi lelaki yang sudah setahun lebih tak kutemui ini. Lelaki yang dulu kucintai sebagai cinta pertama masa remajaku. Delapan bulan menjalin kasih tersembunyi dari keluarga dan juga kakak yang sudah menganggapk=nya sebagai saudara.
Masih sama..senyumnya, hidungnya, matanya… matanya, aku berhenti di situ. Senyumku mengembang tanpa kusadari.
“Yuk, masuk!,” sambil mulai melangkah dia mengajakku masuk mall itu.
Ya, masih seperti dulu. Kami berjalan tanpa bergandengan., layaknya teman. Pun ketika kami dulu masih berpacaran, dia tak pernah menggamit tanganku di depan umum. Dia baru akan memegang tanganku ketika akan menyebrang jalan atau ketika sedang ngobrol santai di rumah. Yang jelas bukan di tempat umum. Katanya itu norak!. Aku sendiri tak mengerti alasannya mengatakan hal itu.

Di dalam, aku bisa lebih sedikit rileks. Mall ini sudah sangat jamak dengan keseharianku, maklum paling dekat kampus. Mungkin dia yang lebih excited dengan mall ini karena baru pertama kesini. Sembari menjilat eskrim di tangan, kami ngobrol kesana-kemari.
Hal2 biasa awalnya, tentang kuliahku dan bagaimana tahun pertamaku ngekost di ibukota. Aku berceloteh tentang perbedaan hidup semasa di kampung halaman dengan disini. Juga tentang bagaimana teman2 baruku, bagaimana kuliah disini yang berbeda dengan universitas lain, bagaimana seragam kami, bagaimana aku jadi sering begadang karna mengerjakan tugas, bagaimana kehidupan kosan memang lebih bebas ketimbang di rumah, dan bagaimana2 yang lainnya. Dia hanya tertawa menanggapiku. Dia memang jarang bercerita. Dia selalu bertanya dan berhasil memancingku untuk selalu yang berbicara. Dan memang aku selalu bersemangat untuk urusan itu, haha. Imajinasiku selalu terbang seperti ketika aku mengalaminya. Bola mataku bisa membulat, berseri, menajam, mengawang mengikuti alur cerita. Selalu betah bercerita dengannya karna yang ku tau pasti, matanya tak akan lepas dari mataku sepanjang mulutku bersuara. Tiba2, di tengah cerita dia berkata, “Mas kangen kamu. “

Diam. Saat itu aku langsung diam. Suaranya seperti gema dalam otakku, berulang2. Dan aku tetap diam, entah mencerna entah merekam atau keduanya. Mata kami bertatapan. Semakin membuat aku tak bisa menyembunyikan kegembiraan dan salah tingkah.
Dia tersenyum, menggamit tanganku dan kami melangkah.
Dan rasa ini membuncah semakin kentara. Bagaimanapun memang cinta pertama tak akan bisa hilang begitu saja. Perpisahan yang menyakitkan waktu itu bukan karna kehendak kami, tapi memang keadaan keluarga yang kami tau tak akan merestui. Dan alasan itu jelas tak mampu membunuh perasaan yang dulu telah mekar sempurna.
Tidak, jangan dikira kami akan selingkuh atau mengkhianati hubungan kami dengan pasangan yang sekarang, sekali lagi tidak!. Kami tidak berniat untuk menjalin hubungan bersama. Jalannya terlalu terjal. Kami bertemu di sini karna inisiatifnya. Mumpung di Jakarta katanya.
Di tepi jalan, kami bersalaman, berpamitan. Aku sudah menstop­ angkot bersiap untuk naik pulang ketika tiba2 dia menarik tanganku,
“Kenapa??, “ tanyaku heran.
Tak langsung menjawab dia langsung melongok ke arah jendela penumpang di samping supir,
“Maaf, Pak, gak jadi naik,”
Aku semakin bertanya-tanya, “Kenapa Mas??”
Dia tersenyum, “Kita jalan aja ya!”
“Iya!”, jawabku riang.

Dan kami pun melangkah di sepanjang trotoar. Aku katakan padanya kalau kosanku lumayan jauh kalo ditempuh dengan 2 kaki seperti ini. Dia hanya mengangguk.
Entah bagaimana, topik pun beralih menjadi topik seputar hubungan cinta masing2. Kami bercerita apa adanya. Aku mengatakan kalo aku mencintai pasanganku yang sekarang, karena kesabaran, perhatian, dan romantis. Sepertinya dia ikut senang. Tapi dengan nasihat yang cukup panjang dia mewanti2 untuk selalu jaga diri dan gak gampangan. Aku menjanjikannya hal itu.
Tak banyak cerita dari mulutnya, hingga kami terdiam kehabisan kata. Sepertinya tak ada yang menarik untuk dibicarakan, atau lebih tepatnya cerita tentang pasangan ternyata jauh lebih menjemukan dari yang kami kira.
Lebih menyenangkan untuk bernostalgia mengenang bagaimana kami bertemu dan bagaimana dulu kami pacaran tanpa ketahuan keluargaku yang sudah menganggapnya anak sendiri. Menceritakan beratnya memacari adik sahabatnya sendiri kakakku yang sudah dianggapnya saudara karena kedekatan yang lebih dibanding teman yang lainnya.
Kami terdiam lagi. Tidak, kali ini bukan kehabisan cerita. Tapi kami sama2 menerawang kembali ke masa lalu, menyisakan guratan senyum yang manis. Dan tanpa peringatan apa2, dia berkata,
“Tahun ini Mas akan menikah.”
Deg. Telingaku menangkap jelas suaranya. Dan kali ini pun kata2nya menggema tanpa kuminta, membuatku bisu. Aku menatap bola matanya. Kami berhenti berjalan.
“Tahun ini Mas akan nikah”, ulangnya lagi.

Aku tak meminta dia mengulang kata2 itu. Jelas aku mendengarnya. Dia kira aku tuli apa?? Bodoh!! Bodoh sekali dia! Mataku memanas dan mengembun dengan cepat. Mengaburkan pandanganku dan kelopak mataku tak sanggup menahan. Tes. Embun mata luruh jatuh.
Dia menyeka. Aku tersentak. Untuk apa??
Untuk apa kau menyeka?? Untuk apa aku menangis?? Tak ada kesedihan, tak ada harapan yang bertentangan, tak ada yang bertolak belakang. Hanya……kenapa secepat ini???
Inikah tujuan pertemuan itu? Untuk memberitahuku kabar itu??
Dia memegang tanganku. Kami melangkah lagi.

Sepanjang jalan sampai di depan kosanku kami diam. Tak ada yang perlu ditanyakan atau 
diperbincangkan lagi memang. Hanya tangannya yang lebih erat menggenggam tanganku. Dia lebih sering menatapku sementara aku terus berjalan menatap ke depan.
Kedepan, beberapa bulan kedepan lagi dia akan menikah. Cinta pertama yang terputus dengan berat dan masih tersimpan ini harus segera diremukkan kalo tak ingin lebih sakit.
Remuk. Kau sekarang tak membuat jantungku meloncat lagi karna kali ini sudah remuk dan memang seharusnya telah remuk sedari dulu.
Di depan kosan kami berpamitan. Mengucap doa untuk kebaikan kami masing2; semoga kuliahku dan pernikahannya………lancar. Titik.

Never mind, I'll find someone like (better) you
I wish nothing but the best for you too
Don't forget me, I beg
I remember you said,
"Sometimes it lasts in love but sometimes it hurts instead,
Sometimes it lasts in love but sometimes it hurts instead, "
Yeah
(Adele-Someone Like You)


Tuesday 24 April 2012

Cerita Lama

Aku bingung harus mulai darimana.Cerita ini bermula saat air mataku tak bisa berhenti menitik.Merembes keluar lewat celah2 kelopak mata yang sudah kututup rapat.


"Stop Pak!! Maaf,saya gak jadi naek. Dompet saya ketinggalan, saya gak jadi naek. Maaf", aku berusaha menjelaskan sebisaku di tengah kebingunganku sendiri. Dompetku ketinggalan di kos. Busuk!!
Gak pernah sepanik ini sebelumnya. 
Aku membenamkan 2 tangan ke dalam tas besarku, mengorek2 isi tas, mengaduk hingga hampir tumpah isinya-yang sebenarnya tidak terlalu penting dibanding barang yang kucari; tisu, compact powder, sisir, mp3 player..
"Haduuu. . .", aku menggerutu sebal.
Aku semakin kelimpungan. Kulihat jam. Cemasku makin meningkat. Kuteplok jidatku, mengutuk diri dengan sadar mengapa barang sepenting itu bisa terlupa.
Untung hape gak ketinggalan juga.
CLING!! HAPE!! 
Ya, aku telpon teman kosku dengan bernafsu. Ku ceritakan masalahku dengan ringkas. Dengan singkat juga dia jawab, "Oke,sip, ntar pake duitku dulu aja. Aku di Gramed."


Serasa baru bisa bernafas, aku menarik nafas disekelilingku dengan rakusnya dan menghembuskan kepanikan yang sempat merasukiku beberapa menit tadi.


Aku bersandar di tiang. Berusaha merangkai kata-kata yang bisa membenamkan perasaanku sendiri saat berhadapan dengannya.


Aku naek angkot lagi, dengan dua lembar uang seribuan yang ada di saku celanaku (sudah kupersiapkan sejak di kos untuk angkot).
Lima menit kemudian aku sampai. Berjalan tergesa-gesa karena memang telat 15 menit dari waktu yang telah kami sepakati.
Akhirnya aku sampai di teras mall, berdiri di sana, mengetik sms kilat.
Aku :" Aku sudah sampai, Mas dimana?"
Dia : "Aku lihat kamu. Tunggu di situ."
Deg! . Dia melihatku. Aku segera merapikan diri sepatutnya. Mencoba mengusir gelisah dan cemas yang tiba-tiba menyergap.
Aku merasa jauh lebih tolol dari biasanya, tak bisa ku dapatkan kata-kata yang pas yang bisa menutupi salah tingkahku.
Tiba-tiba jantungku berdetak lebih cepat. Lebih cepat.
Ku cengkram kaosku di dada, berharap bisa menghentikan detaknya yang semakin meloncat.
Menoleh ke kiri, langsung kudapati dia berjalan ke arahku. 
Jantungku melemah seketika. Tak meloncat lagi. 
Yang kurasa hanya.. hatiku terlalu gembira menghitung langkah-langkah besarnya ke arahku. Dia tersenyum.
 

my life in words Template by Ipietoon Cute Blog Design and Waterpark Gambang